Apakah Orang yang Perfeksionis Pasti Mengidap Gangguan OCD?

perfeksionis gejala ocd

Anda mungkin bisa dibilang sebagai seorang perfeksionis kalau selalu menuntut biar setiap pekerjaan yang dilakukan harus membuahkan hasil terbaik sama sekali tak bercela. Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk berusaha tampil sempurna. Perfeksionisme malah mungkin bisa menjadi dongkrak kesuksesan Anda di tengah masyarakat yang serba kompetitif. Tapi, benarkah bahwa perfeksionis termasuk ciri gangguan obsesif-kompulsif (OCD) ibarat apa yang dibilang banyak orang?

Sekilas wacana perfeksionisme

Tidak ada insan yang sempurna. Tapi itu bukan berarti kita tidak boleh berusaha untuk menjadi yang terbaik. Namun ada perbedaan besar antara menjadi seseorang yang terbaik di bidangnya, dan seseorang yang perfeksionis. Mencapai keunggulan mengandaikan bahwa kita mengerahkan semua kemampuan terbaik yang kita miliki untuk menyelesaikan suatu tugas. Karena target prestasi tersebut bisa dicapai, ada motivasi ke arah itu. Mengejar keunggulan memotivasi kita untuk berusaha lebih keras biar lebih baik lagi daripada yang usaha yang sudah-sudah. Oleh karena itu, pekerjaan yang dilakukan dengan baik akan terasa memuaskan. Kepuasan itu sendiri pun tidak harus berasal dari kebanggaan orang lain, tapi dari perasaan puas terhadap diri sendiri sudah menggolkan target pribadi. Sebaliknya, seseorang yang perfeksionis mengharapkan kesempurnaan dari orang lain maupun dari diri mereka sendiri atas standar pribadi maha tinggi yang dipasangnya. Mereka yakni orang-orang pekerja keras (atau mungkin workaholic) yang mendambakan ketertiban serta prediktabilitas. Meski tidak ada yang salah dengan memiliki karakteristik ibarat ini, perfeksionisme menjadi abjad yang beracun dikala Anda menginginkan segala sesuatunya dikerjakan dengan "tepat tanpa cacat”, atau Anda akan merasa amat cemas dan stres begitu impian ini gagal tercapai. Perfeksionisme beracun didorong oleh ketakutan akan kegagalan menyenangkan orang lain serta takut ditolak dan dikritik. Pada kesannya kecemasan ini terwujud dalam perasaan tidak pernah merasa gembira atau puas karena mereka tidak pernah percaya bahwa pekerjaan mereka rampung dengan "cukup baik”. Oleh karena itu, orang-orang yang perfeksionis akan melaksanakan aneka macam cara untuk memastikan semua berjalan memenuhi kriterianya — dengan menunda memulai/menyelesaikan atau justru terus mengulangi pekerjaan hingga ia yakin benar, bahkan habis-habisan menuntut/mengkritik orang lain biar bekerja lebih baik lagi. Mereka bisa sangat terfokus pada detail-detail remeh sehingga melupakan tujuan dari apa yang mereka lakukan.

Sekilas wacana gangguan obsesif-kompulsif (OCD)

Gangguan obsesif-kompulsif, alias OCD, yakni gangguan mental yang ditandai dengan pikiran, imajinasi, bayangan yang tidak diinginkan (obsesi) dan/atau perilaku yang berulang (kompulsif). Obsesi menciptakan kegelisahan dan kebutuhan mendesak untuk melaksanakan perilaku kompulsif. Orang-orang dengan OCD merasa harus melaksanakan suatu tindakan secara berulang atau sesuatu yang buruk akan terjadi. Perilaku kompulsif ini yakni “terapi” bagi diri mereka untuk mengurangi kegelisahan dan stres akhir obsesi tersebut. Misalnya, obsesi yakni pemikiran dan kekhawatiran berlebihan wacana kuman. Sementara itu, perilaku kompulsif yang terkait dengan obsesi terhadap bakteri yakni mencuci tangan. Seseorang dengan OCD mungkin memiliki pemikiran obsesif bahwa ia akan sakit keras tertular abuh mematikan kalau tangannya kotor sehingga ia akan terus basuh tangan lima hingga sepuluh kali berturut-turut sebelum ia dapat meninggalkan rumah. Orang dengan gangguan ini mungkin tidak dapat menghentikan pemikiran ini atau beralih ke pemikiran berikutnya hingga pikiran obsesifnya berkurang atau dihentikan oleh dorongan perilaku mereka. Sayangnya, perilaku kompulsif tersebut bersifat sementara, sehingga menyebabkan orang itu terjebak dalam bundar setan — takut kuman, basuh tangan, takut bakteri lagi setelah basuh tangan, basuh tangan lagi, dan seterusnya layaknya memutar kaset rusak. Ritual OCD bisa berlangsung hingga setidaknya satu jam dalam sehari. OCD dapat menyebabkan seseorang mengalami stres berat, bahkan hingga melemahkan bagi individu yang, misalnya, harus berulang kali mencuci tangan hingga berdarah, dan terus melakukannya tanpa memahami alasannya. Dengan kata lain, OCD mengganggu kehidupan sehari-hari.

Apakah orang yang perfeksionis pasti mengidap OCD?

Dilihat dari penjelasan di atas, memang ada sedikit kesamaan antara keduanya. Keduanya juga mungkin saja dipicu oleh hal yang sama, misalnya stress berat masa kecil atau contoh asuh orangtua yang buruk. Namun pada dasarnya perfeksionisme yakni sebuah karakter, sementara OCD yakni gangguan jiwa yang diakui oleh dunia medis dan memerlukan pengobatan. OCD biasanya disebabkan oleh faktor genetik, bawaan, dan/atau kerusakan pada adegan atau saraf otak tertentu. Perilaku berulang yang ditunjukkan oleh seseorang yang perfeksionis lebih didasari oleh keinginan mencapai kesempurnaan; sebuah hasil selesai yang tanpa cacat. Perilaku ini masih bisa dikendalikan oleh alam sadar pikiran. Seseorang yang perfeksionis biasanya selalu mengikuti ‘aturan’. Selama individu tersebut menjalankan aturan tersebut maka tidak terjadi masalah. Akan tetapi, seseorang dengan OCD akan melaksanakan pengulangan perilaku hingga dapat menyebabkan kelelahan secara fisik maupun mental.   Pasalnya, seseorang yang menderita OCD tidak mampu, atau hampir tidak bisa (terpaksa), melaksanakan acara fisik atau mental tertentu tanpa menyelesaikan ritualnya lebih dulu. Gangguan kecemasan yang terkait dengan TIDAK melaksanakan ritual ini hampir tak tertahankan; sehingga ia merasa harus dan akan bekerja keras untuk mengurangi kecemasan itu. Seseorang yang  perfeksionis tidak akan mengalami gejala kecemasan yang berlebihan. Ia mungkin akan merasa marah dan stres karena gagal, tapi biasanya tidak berlarut dan tidak dibayangi dengan pemikiran obsesif. Perfeksionis yang sehat akan menyebabkan kegagalan sebagai pelajaran untuk meraih kesuksesan di masa depan. Itulah kenapa tidak semua orang yang melabel dirinya sebagai seorang perfeksionis memenuhi kriteria diagnostik medis untuk OCD.

Sampai batas mana perfeksionisme bisa menjadi ciri OCD?

Bentuk perfeksionisme yang tidak sehat (yang ditandai dengan stres dan kecemasan berlebihan) bisa sangat terkait dengan gangguan obsesif kompulsif (OCD). Terutama kalau Anda memiliki hasrat yang berpengaruh biar sesuatunya harus dilakukan "benar" atau memerlukan kepastian, sehingga hasil yang ditakuti tidak akan menjadi nyata. Kaitan ini khususnya tampak paling terperinci ketika tipe gejala OCD Anda berfokus pada pengecekan (checkers). Misalnya, kalau Anda merasa tidak memiliki kepastian yang tepat (pemikiran obsesif) bahwa Anda telah mengunci pintu atau mematikan kompor, Anda mungkin akan kembali untuk memeriksanya berulang kali (gejala OCD). Terkait dengan ini yakni ketakutan yang berlebihan untuk membuat kesalahan besar (karakteristik perfeksionis), ibarat membiarkan pintu terbuka sepanjang hari atau mengkremasi rumah dengan membiarkan kompor menyala. Ironisnya, memeriksa berulang-ulang memperkuat gagasan bahwa Anda tidak tepat atau bahkan mungkin "kehilangan logika sehat”. Hal ini bisa membuat Anda merasa lebih buruk dan kurang percaya diri, yang tentu saja membuat Anda melaksanakan pengecekan lebih sering. Pada akhirnya, karakteristik perfeksionisme yang tidak sehat dapat semakin menyuburkan pemikiran obsesif. Misalnya, ibarat banyak orang dengan OCD, Anda mungkin percaya bahwa Anda harus memiliki kendali penuh atas badan dan pikiran Anda. Dengan demikian, dikala pikiran absurd atau menyedihkan muncul merasuki pikiran Anda, Anda akan melabelnya sebagai ancaman karena Anda tidak dapat mengendalikan mereka. Hal ini kemudian menyebabkan Anda mengulik pemikiran itu lebih dalam lagi, sehingga membantu menciptakan obsesi.


Sumber today.line.me